Tiga kata, yang ternyata berhubungan , Bagaimana bisa ? yaa… bisa saja, coba simak cerita dibawah ini.
Selasa, 19 Januari, hari yang dinanti tiba untuk kembali menggelar ’Main Golf Bareng’ antar alumni AR ITB. Kali ini mengambil tempat di Lapangan Golf Riverside, di desa Cikeas , 20 km sebelah Selatan Jakarta.
Selasa, 19 Januari, hari yang dinanti tiba untuk kembali menggelar ’Main Golf Bareng’ antar alumni AR ITB. Kali ini mengambil tempat di Lapangan Golf Riverside, di desa Cikeas , 20 km sebelah Selatan Jakarta.
Ketika aku bangun pagi, kudengar suara hujan cukup lebat dan dari kaca jendela, terlihat pantulan semburan berkali-kali cahaya terang akibat kilat. “ Wah, hujan kali ini cukup keras, lebih keras dari Selasa lalu, kemungkinan tidak jadi main nih !”, dalam hatiku, kupikir, “Sayang sekali,….. karena Gadjah telah berhasil ‘meracuni’ cukup banyak alumni AR ITB, baik yang ‘newbees’ atau yang ‘die-hard’ , untuk bergabung dengan ‘kumpulan orang-orang setengah gila’ untuk main golf – yang tidak peduli hujan atau tidak hujan !”
Berbeda dengan Selasa lalu, kali ini, ketika aku start dari rumah, aku tidak lagi menilpon Gadjah atau Amrie, untuk menanyakan : “Hujan nih, Jadi main enggak?”, karena jawabannya aku sudah tahu …….. Actually , ‘I don’t like the color and the shape of the clouds’ . Seperti gambar komiknya Amrie di bawah …
Sepanjang jalan toll menuju Riverside, hujan makin deras, dan aku mulai ragu, karena terlihat langit di sebelah Selatan terlihat agak gelap, aku tidak suka warna dan bentuknya…. , tapi rupanya aku sudah ketularan optimisme Gadjah dan Amrie, sehingga kupacu mobilku lebih kencang menuju Riverside, saking kencang…, aku missed the exit di Cimanggis – untung hanya 40 meteran….. Segera kuhentikan mobil dengan dengan gaya ‘nyetir-rally’, ku buka dengan cepat seat-belt ku dan masukkan gigi-mundur, langsung injak gas, sambil badanku meliuk melihat ke belakang lewat tengah mobil, bukan melalui kaca spion (ini sebabnya seat-belt perlu dilepas !)
Kalau di rally, biasanya kalau salah jalan begini, kita gunakan yang disebut ‘hand-brake turn’, supaya mobil berbalik 180 derajat dengan cepat dan hanya memakai lebar jalan yang sempit . Tapi kali ini di jalan umum, tentu tidak bisa dilakukan dan mobilku juga tidak dilengkapi dengan ‘LSD’ ( jangan berpikir macam-macam dulu… ini bukan sejenis drugs.., tapi singkatan dari ‘Limited Slip Differential’).
Dengan insiden ‘jalan mundur 40 meter‘ tadi, ternyata aku masih yang pertama tiba di Riverside. Baru kemudian Amrie terlihat masuk menuju club house. Ku ingin menyapa nya, tapi kulihat dia lama tidak keluar-keluar dari mobilnya, terlihat dia berkutat dengan sopirnya !..... Aku berpikir, mengira-ira sendiri, kelihatannya dia mengalami ‘kepanikan’ luar biasa, seperti beberapa waktu yang lalu, ketika mau main di Modern Golf. Ditengah jalan, rupanya istrinya menilpon, minta mobil segera dikirim pulang, karena anak perlu diantar sekolah ! segera !!.
Dasar Amrie… golf lebih utama, dan mengantar anak ke sekolah, hari itu dia rupanya kelupaan, atau dia membuat ‘decision yang egois’ -- menyangka istrinya yang akan mengantar !, akibatnya ??
Pagi itu barangkali ‘The worst morning he ever had in his whole life !’, karena dia terpaksa turun didepan, sebelum pintu Toll Bintaro, dan mobil dengan sopir disuruh pulang…. Dia berdiri ditepi jalan, pakai celana pendek, sambil menenteng golf bagnya , menunggu dijemput temannya Jeffrey. Bisa dibayangin kan?, semua orang yang lewat berpikir keras, “Ini orang rada gila kali yaa, mau main golf, bawa bag, koq mau naik angkot?". Lebih parah lagi, “Ini orang, jangan-jangan habis nyolong golf bag dan dia pura-pura mau main golf. ( Maaf Mrie… terpaksa kubuka cerita ini… supaya kau jangan selalu lupa, kalau ada tugas antar anak sekolah !)
Kami cuma baru berdua, di coffe shop, menunggu teman-teman lain datang… kebetulan hujan masih turun. Disinilah Santiago Calatrava muncul...., saking lamanya nunggu, kami ngobrol segala macam, salah satu topiknya adalah tentang arsitektur. Amrie tanya ( rupanya waktu mahasiswa, tidak sempat atau tidak berani nanya).
Dasar Amrie… golf lebih utama, dan mengantar anak ke sekolah, hari itu dia rupanya kelupaan, atau dia membuat ‘decision yang egois’ -- menyangka istrinya yang akan mengantar !, akibatnya ??
Pagi itu barangkali ‘The worst morning he ever had in his whole life !’, karena dia terpaksa turun didepan, sebelum pintu Toll Bintaro, dan mobil dengan sopir disuruh pulang…. Dia berdiri ditepi jalan, pakai celana pendek, sambil menenteng golf bagnya , menunggu dijemput temannya Jeffrey. Bisa dibayangin kan?, semua orang yang lewat berpikir keras, “Ini orang rada gila kali yaa, mau main golf, bawa bag, koq mau naik angkot?". Lebih parah lagi, “Ini orang, jangan-jangan habis nyolong golf bag dan dia pura-pura mau main golf. ( Maaf Mrie… terpaksa kubuka cerita ini… supaya kau jangan selalu lupa, kalau ada tugas antar anak sekolah !)
Kami cuma baru berdua, di coffe shop, menunggu teman-teman lain datang… kebetulan hujan masih turun. Disinilah Santiago Calatrava muncul...., saking lamanya nunggu, kami ngobrol segala macam, salah satu topiknya adalah tentang arsitektur. Amrie tanya ( rupanya waktu mahasiswa, tidak sempat atau tidak berani nanya).
“ Pak, apa sih yang membuat arsitek tertentu itu punya ciri dalam desain-desainya yang beda dari arsitek lain, seperti contohnya Santiago Calatrava?”.
Ku ceritakan diskusi singkatnya saja, karena kalau semua diceritakan, ini bisa jadi bahan kuliah satu semester mengenai ‘Struktur dan Bentuk’. Jawabku : ” Orang-orang seperti Santiago Calatrava memang punya kemampuan ‘dari sononya’, yang tidak dipunyai orang lain”. Walaupun demikian bisa dipelajari …,di sekolah, kita harus membuang 'mental block' bahwa ilmu struktur itu penuh rumus-rumus dan susah . dst., dst.
“Calatrava sangat menguasai struktur dan ‘kinetic’, yaitu ilmu mekanik gerak. Banyak bangunannya selain strukturnya yang hebat, juga di padu dengan unsur kinetik yaitu selalu ada bagian dari bangunan yang bisa bergerak, seperti museumnya di Milwaukee, USA”. Ketika siang, atapnya bergerak membuka keatas, untuk memasukan cahaya dan kalau malam, seperti sayap burung, bergerak turun menutup – ini perlu pengetahuan dan ilmu khusus untuk bisa menggabungkan keduanya.
“Calatrava sangat menguasai struktur dan ‘kinetic’, yaitu ilmu mekanik gerak. Banyak bangunannya selain strukturnya yang hebat, juga di padu dengan unsur kinetik yaitu selalu ada bagian dari bangunan yang bisa bergerak, seperti museumnya di Milwaukee, USA”. Ketika siang, atapnya bergerak membuka keatas, untuk memasukan cahaya dan kalau malam, seperti sayap burung, bergerak turun menutup – ini perlu pengetahuan dan ilmu khusus untuk bisa menggabungkan keduanya.
Calatrava Milwaukee Meseum 1 | Roof Open Calatrava Milwaukee Museum |
Waktu aku sekolah, belum ada Calatrava, tapi sudah ada arsitek yang punya ciri seperi I.M. Pei, ternyata di amini oleh Amrie, dia juga favoritenya IM. Pei, bahkan dengan dramatis dia ceritakan pengalaman visualnya ketika ke Washington, melihat bangunan mesuemnya IM. Pei dari balik celah pohon dan di ‘frame’ oleh bangunan lain… Amrie (kata dia), sampai tertegun, terkesima oleh bangunannya IM.Pei ini dan jatuh terduduk, tertahan oleh lututnya dengan posisi seperti belalang -sembah.
Diskusi terhenti karena teman-teman lain mulai berdatangan.
Dimulailah permainan golf yang kurang ‘menyenangkan’ karena cuaca rupanya tidak bersahabat, tetap turun hujan kadang-kadang berhenti, kadang turun dengan lebat, begitu seterusnya sampai hole terakhir….. Sangat menjengkelkan, di Hole terakhir Hole 18, ketika kami akan melakukan putting terakhir…. justru matahari mulai muncul ! ….Allamaakk !!
Permainan golfnya sendiri, ternyata di flight kami, Amrie dan Nato meraja lela, sedang aku dan Gadjah dengan segala sumpah serapah kepada Greg Norman, berusaha untuk mengimbangi permainan mereka.
1st 9 hole, benar-benar bencana, pukulan drive pertama ku sudah melenceng kekiri , masuk air dan OB!! – alamat buruk nih!, benar saja… 1st 9 hole, aku main kepala 5 ! ( sudah lama sekali aku biasa dibawah 5). Gadjah ? aku sebenarnya aku tidak ingin menulis skornya, tapi ada yang bilang lebih baik di ceritakan skornya, kalau tidak, orang akan menyangka skornya teramat buruk sekali … nah, baiklah kebuka skornya.. hold your breath ! …kepala … 6 !! (Red : hehehe... masih jauh lebih baik score saya masih bisa dihitung, daripada the newbees yang main hari itu, sampai caddy-nya bingung harus memasukkan score berapa...!)
Aku punya usul, supaya ‘score-card’ nya punya Riverside, di cetak ulang dan di re desain kolom nya untuk memberikan kotak yang lebih besar sedikit, agar bisa menuliskan total score yang ‘tiga-digit’ !! ( sorry Djah !.. no punt intended !)
2nd 9, aku lebih baik sedikit, sedangkan Amrie ?… jeblok!, aku sedikit terhibur, karena aku bisa samai skornya yaitu 47, Nato tetap diatas, dan Gadjah … terakhir, walaupun sudah negiba-iba minta pada Nato, "To, kamu mukul jangan kenceng-kenceng dong !, aku sudah dua pukulan, kami cuma sekali., 'kan nggak enak tuh !"
Tapi Di 2nd 9 hoe ini, Gadjah menikmati 'kepuasan' yang lain, yaitu terjadinya ‘keajaiban’dunia nomor 10. Di Hole 18 – Par 5, pukulan drive Amrie slice kekanan , jatuh dibawah pohon-pohon dan di tanah yang becek. Pukulan ke duanya – bukan cuma meleset, tapi….. itu stik golf melayang, terlepas dari tangannya, terlempar kebelakang, hampir mengenai caddienya !!, Gadjah yang menyaksikan (aku hanya dengar lho..), berteriak dengan keras dan tertawa sepuas-puasnya, sambil menutup mulutnya... takut kedengaran sampai ke club house ! (Lagi-lagi, ma’af Mrie, Gadjah khusus minta ‘peristiwa langka' ini diceritakan…. Jangan sampai nggak !)
Di ruang locker, Amrie, berusaha ‘menjelaskan’ peristiwa diatas dengan mencari ‘excuses’ antara lain
“Glove, sarung tangan yang kita pakai di Indonesia itu kan buatan lokal !”.
“Tahu sendiri kan, kalau kena air, dia tidak menyerap, sehingga ‘traction’ kurang … bla.. bla.. bla..“
Rupanya sarung tangan disamakan dengan ban mobil oleh Amrie !
Aku sendiri, mulai mikir-mikir apa ya ‘excuses’ ku kali ini?, kalau kondisi hujan, semua orang mengalami, jadi tidak bisa dipakai alasan. Ooh.. mungkin potongan badannya Nato yang atletis, tinggi dan gerakan swingnya nyaris sempurna, mebuat dia lebih baik dari aku .. apa iya?, hal ini terbantahkan, karena kalau dilihat potongan Amrie, yang badannya sebenarnya ternasuk 'atletis' juga tapi kebanyakan makan dan tidak nampak 'six pack' di perutnya, koq bisa main bagus dan single handicap !?. Jadi apa dong alasanku main jelek hari ini? . Ooh aku tahu…., ini mungkin gara-gara payungku rusak !. Dalam kondisi hujan, payung nerupakan alat vital (oops…, maksudku peralatan penting yang harus ada.).
Nah, mulai pertengahan main, ketika hujan deras, kubuka payungku, ternyata dua penyangganya patah, dan ‘beyond repair’, terpaksa, aku memakai payung ‘sengkleh’ ini sambil berhujan-hujan, sehingga badanku basah dan tidak bisa konsentrasi ke pukulan ! ( he he.. not a very convincing excuse !)
Amrie hanya komentar “ Wah itu struktur payungnya tidak mengikuti strukturnya Santiago Calatrava sih ! – terang aja patah, tidak kuat menahan angin dan hujan !” (Red : Padahal payung Pak BS itu payung mahal branded : COBRA, dan ternyata terbukti masih lebih kuat payung saya : HOLCIM)
Mulai Hole 16, Amrie sudah memberikan pernyataan :” Pak, karena kita ini mainnya sudah tidak benar, dan kurang nikmat… bagaimana nanti kalau selesai kita cari yang nikmat, yaitu kita ‘wisata-kuliner’ mencari disekitar lapangan golf, rumah makan yang enak!”
“Saya tahu ada satu tempat, namanya RM. Kalimantan, wuah…., makanannya bukan main enaknya Pak !” sambil bernada sedikit 'marketing'.
Aku setuju saja, karena dengan cepat kepalaku berhitung , kelihatannya aku salah satu yang bakal kalah banyak ‘skin’ dan sesuai dengan ‘aturan main’, yang kalah sebenarnya yang akan mbayari makan… ( better make the best you can eat for your dough!)
Akhirnya, selesai golf, kami mulai ber ‘wisata-kuliner’ beriringan 6 orang dengan mobil mencari tempat makan tersebut. Aku sengaja berjalan lambat, takut tersesat, karena kulihat Amrie yang tahu lokasinya belum nampak mobilnya didepan. Mobil Gadjah meliwatiku dan kupikir :”Gadjah sok tahu !, jangan-jangan nyasar pula !”, sehingga aku tetap berjalan lambat. Bagus yang ada dibelakangku dan yang terakhir dalam iringan , mungkin berfikir :" Pak Boedi ini ngapain sih, jalannya lambat amat! saya sudah lapar nih !"
… Ternyata Amrie ikut dan ada di mobilnya Gadjah dan sudah melesat jauh didepan. "Kambing-guling bener si Gadjah , ngga beri tahu !", nilpon kek, bahwa Amrie ada di mobilnya !. Tapi paling tidak perkiraanku benar – Amrie ternyata mengirim mobilnya pulang untuk antar anak, dan dia terpaksa ikut Gadjah – untung gak harus nunggu bis di jalan toll, sambil nggotong golf bag lagi Mrie !. (Red : Hahaha..... ini adegan paling lucu, karena saya membayangkan mobil Pak BS jalan 15 km per/jam, dari Club House ke RM Kalimantan, dan Bagus 'mengawal' dengan sabar di belakangnya, sementara mobil-mobil lainnya sudah melesat jauh di depan)
Makanan di RM Kalimantan ini memang spesial dan Amrie tidak salah … semua menunya baru pertama kali aku melihatnya terutama : Ikan Patin yang dimasak khusus dengan dibakar dalam bambu ! bumbunya itu lho teman, yang luar biasa ! Menu yang lain juga tidak kalah lezatnya : Kangkung pedas, ikan teri, Sop Gurame Asam Pedas. Pokoknya semua disikat habis oleh 6 orang golfer yang memang sudah sangat kelaparan, karena ketika kami mulai makan, jam sudah menunjukkan jam 14.00 !
Ketika kulihat ada orang yang membawa silender seperti bazooka mini, tidak tahan kutanya ke konter, ternyata itu kemasan ikan patin tadi yang dipesan untuk bawa pulang, lengkap dengan bambu-bambunya! Akhirnya kupesan Ikan patin bambu, untuk dibawa pulang. Ternyata harus dicek dulu persediaan…. Juga ada warning, maksimum hanya bisa pesan 2 buah ! … saking banyaknya permintaan. Aku dengar , kalau Sabtu Minggu kalau mau makan disini, harus nilpon dulu, bukan cuma booking tempatnya tapi juga makanannya ! ampuun ! untung.. kita datang hari Selasa ! (Red : Pak BS ini punya jurus special untuk exit permit main golf, yaitu selalu membawakan pulang makanan kesukaan Mbak Yati hehehe...)
Dengan susah payah, selesai makan, kami menarik badan dari kursi untuk keluar... rupanya perut terisi penuh dan kekenyangan.. Begitulah .. Friends, kelihatannya acara makan siang setelah golf ini, justru menjadi acara puncak yang di tunggu-tunggu, seperti kata Rully, :”Skor gak perlu dilihat, yang penting menang ‘isian’ dan makan enak ! “
Jakarta, Selasa, 19 Januari 2010
Bodiono Soerasno (AR65)