Awal tahun yang lalu, saat sebelum Reuni Perak ITB84, saya sempat berdiskusi panjang dengan salah satu rekan saya AR84, Leo Silitonga. Topiknya adalah, bagaimana mencari dana untuk ITB84 dan bagaimana mengangkat potensi para seniman alumni ITB. Leo ini adalah salah satu teman saya yang memiliki background cukup unilk. Dia belajar arsitektur sampai selesai, namun tidak pernah menjadi arsitek, justru berkarier di perbankan dan akhirnya mantap di industri keuangan. Di tengah hingar bingar goreng menggoreng saham, Leo justru menekuni bidang seni, dan mempelajari 'goreng menggoreng' harga lukisan. Keahliannya adalah berinvestasi di lukisan seharga Rp. 50 juta hari ini, yang akan bernilai Rp. 1 Mlyar setahun berikutnya. Lebih gila dari harga saham kan..?
Kembali ke diskusi kami semula, waktu itu Leo menceritakan impian dan idealismenya untuk mengangkat potensi seniman Bandung (baca alumni SR ITB). Dia mengatakan bahwa di era art booming ini, masih sedikit sekali potensi alumni muda ITB yang terangkat. Kita kalah jauh dengan seniman-seniman dari Jogja dan Bali, karena masih relatif sedikit promotor' yang mau melirik potensi alumni ITB. Diskusi kami hanya berhenti sebatas diskusi, namun ternyata Leo tidak berhenti mewujudkan mimpinya. Akhirnya kira-kira 9 bulan kemudian, tepatnya sekitar November 2009, saya menerima undangan pembukaan galeri seninya, Umahseni, di daerah Menteng, yang semula adalah rumah orang tuanya, namun kini sudah disulap menjadi sebuah art space yang nyaman. Pembukaan galeri ini, juga dilaksanakan bersamaan dengan pameran tunggal karya Irwan Bagja Dermawan (Iweng), seorang alumni SR ITB 90. Dan bahkan, para kurator-nya pun adalah kurator internasional yang kebetulan juga adalah para alumni SR ITB, rekan Enin Supriyanto (SR84) dan rekan Agung Hujatnikajenong (SR90).
Read more: Leo dan Umahseni
23 November 2009. Black Canyon, Cipete.
Hari Kamis 20/11/2009, rekan saya Nusi Hariadi (AR84) menelpon saya, "Djah, kita bikin kumpul-kumpul AR lagi yuk..?" Saya tanya "Untuk apa, kan kita barusan kumpul-kumpul dengan Pak Ci..?. Nusi mengatakan, "Banyak yang waktu itu belum bisa hadir dan sekarang kepingin kumpul, lagian.... seentar lagi 'kan ada Pemilu IA ITB Jakarta, makanya ayo kita sosialisasikan, biar ramai..!". Maka, akhirnya atas inisiatif dan usaha sepenuhnya dari Nusi selama 4 hari melakukan undangan per telephone, terjadilah pertemuan malam itu, yang dihadiri kurang lebih oleh 30 orang alumni dari AR65 s/d AR95. Luar biasa, memang semangat si Nusi.
Saya datang jam 19.00, kira-kira 10 menit setelah Tuti dan Rully hadir sebagai peserta pertama. Tadinya kami berfikir mau mengecilkan lokasi pertemuannya saja, paling cuma akan hadir 10 orang, karena waktu mengundangnya yang sangat mepet. Namun dugaan kami salah, satu-satu rekan yang ditelephone Nusi berkenan hadir memenuhi undangan kami. Dan seperti biasa, maka canda tawa dan cerita mulai memenuhi ruangan tempat kami berkumpul. Kursi yang hanya disiapkan 20 buah, ternyata tidak cukup sehingga beberapa kali harus mengalami re-arrangement.
Kira-kira jam 9 malam, handphone saya berdering..., ternyata rekan saya Hendry Harmen, yang kala itu masih sebagai salah satu kandidat Ketua IA Jakarta yang menghubungi saya. Maka sekalian saja saya undang H20 untuk hadir dan saya perkenalkan kepada rekan-rekan yang hadir. Ketika H20 datang, maka saya minta untuk sedikit 'berkampanye' mengundang partisipasi alumni AR untuk memeriahkan pesta demokrasi ITB. Walaupun di ruang itu juga ada team pendukung kandidat Rheza Suteja (ITB89), yaitu Andre (AR89) dan Tiyok (AR89), namun kehadiran H20 sama sekali tidak menganggu kemeriahan acara AR.
Read more: Kumpul Lintas Angkatan